Jeddah – Lebih dari 300 warga negara Indonesia (WNI) teridentifikasi mencoba menunaikan ibadah haji pada musim Haji 2025 dengan menggunakan jenis visa yang tidak sesuai dengan ketentuan ibadah haji resmi, yaitu visa kerja dan visa ziarah. Fenomena ini menjadi perhatian serius Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, yang mengamati adanya perkembangan modus operandi yang semakin variatif dan canggih dari para pelaku haji non-prosedural.

Konsul Jenderal RI di Jeddah, Yusron B. Ambary, mengungkapkan bahwa tingginya animo masyarakat Indonesia untuk beribadah haji berbanding terbalik dengan kuota haji resmi yang terbatas dan waktu tunggu yang panjang. Kondisi ini mendorong sebagian individu untuk mencari cara alternatif, termasuk menggunakan visa non-haji dengan harapan bisa tetap melaksanakan rukun Islam kelima di Tanah Suci.

“Lebih dari 300 warga negara Indonesia tercatat memasuki Arab Saudi dengan visa kerja dan ziarah untuk berhaji ilegal di musim Haji 2025,” ujar Yusron B. Ambary. Ia menjelaskan bahwa para WNI ini datang melalui bandara di Jeddah dan Madinah dengan berbagai modus.

Menurut Yusron, modus haji ilegal pada musim ini menunjukkan perkembangan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jika di awal, jemaah ilegal ini kerap datang dalam rombongan besar dengan menggunakan seragam atau tas identik, kini mereka datang dengan cara yang lebih tersamar.

“Modusnya pun sudah berkembang. Kalau di awal kedatangan mereka masih menggunakan seragam, tas yang seragam. Ke sininya, mereka sudah memahami akan ada pemeriksaan,” kata Yusron. Ia menambahkan, modus saat ini meliputi datang tanpa seragam atau koper identik, tiba dalam kelompok kecil atau terpisah, dan menggunakan visa kerja, visa ziarah, atau bahkan visa umrah.

Modus yang berkembang ini menyulitkan deteksi awal dari aparat Arab Saudi. Namun, ketidaksesuaian antara kondisi fisik jemaah, seperti banyak yang berusia lanjut, dengan jenis visa yang digunakan (misalnya visa pekerja bangunan) menjadi indikator kecurigaan utama bagi petugas imigrasi.

Kasus terbaru yang menonjol adalah penolakan masuk dan pemulangan 117 WNI di Bandara Internasional Pangeran Mohammad bin Abdulaziz, Madinah, pada tanggal 14 dan 15 Mei 2025. Mereka terdeteksi menggunakan visa kerja jenis amil (pekerja). Setelah diinterogasi oleh otoritas setempat, beberapa di antaranya mengaku secara jujur bahwa tujuan mereka adalah untuk berhaji.

Selain itu, dilaporkan juga adanya 30 WNI asal Madura yang tertangkap menggunakan visa ziarah untuk berhaji ilegal. Mereka dikabarkan telah membayar sejumlah uang yang tidak sedikit (sekitar Rp 150 juta per orang) untuk biaya keberangkatan ini.

Otoritas Arab Saudi sendiri semakin memperketat aturan dan pengawasan di musim Haji 2025 untuk mencegah jemaah ilegal masuk ke Makkah. Pemegang visa non-haji, meskipun visanya masih valid, dilarang memasuki Makkah selama periode puncak Haji. Pengetatan ini dilakukan demi kelancaran penyelenggaraan ibadah haji bagi jemaah resmi dan untuk memastikan keamanan serta ketertiban di Tanah Suci.

Konsekuensi bagi WNI yang kedapatan mencoba berhaji dengan visa non-haji sangat tegas. Mereka akan ditolak masuk, dideportasi kembali ke Indonesia, dan dapat dikenakan denda yang cukup besar, bahkan terancam hukuman penjara di Arab Saudi. Besaran denda, yang meningkat 100% dibandingkan tahun sebelumnya, dan hukuman penjara akan ditentukan melalui proses pengadilan di Arab Saudi.

KJRI Jeddah dan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi terus mengimbau kepada seluruh WNI untuk tidak tergiur tawaran haji ilegal dan hanya menggunakan jalur resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dan Arab Saudi. Berhaji melalui jalur resmi tidak hanya sesuai dengan peraturan, tetapi juga menjamin hak-hak jemaah, termasuk layanan akomodasi, transportasi, kesehatan, dan bimbingan ibadah yang terjamin.

Kasus lebih dari 300 WNI yang mencoba berhaji dengan visa kerja dan ziarah ini menjadi pengingat bagi masyarakat akan risiko besar dan konsekuensi hukum yang dihadapi jika menempuh jalur non-prosedural. Diharapkan, kesadaran masyarakat meningkat dan tidak ada lagi WNI yang menjadi korban praktik haji ilegal di masa mendatang. KJRI Jeddah terus berkoordinasi dengan otoritas setempat dan pihak terkait di Indonesia untuk menangani kasus-kasus haji ilegal dan memberikan pendampingan kepada WNI yang menghadapi masalah keimigrasian di Arab Saudi.