
Bogor, – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Bogor diwarnai insiden dugaan keracunan massal yang menimpa puluhan pelajar pada Rabu, 7 Mei 2025. Sebanyak 36 siswa tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sekolah Bosowa Bina Insani, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu MBG yang diproduksi oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Bina Insani Tanah Sareal. Menyikapi kejadian ini, Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor untuk segera melakukan uji laboratorium terhadap sampel makanan yang dikonsumsi para siswa.
Insiden ini menambah daftar kasus dugaan keracunan terkait program MBG yang terjadi di beberapa daerah dalam beberapa waktu terakhir, menimbulkan keprihatinan serius terhadap standar keamanan pangan dalam pelaksanaan program pemerintah yang menyasar anak-anak sekolah ini.
Menurut laporan, para siswa mulai menunjukkan gejala keracunan seperti mual, muntah, diare ringan, sakit perut, hingga demam beberapa jam setelah mengonsumsi menu MBG pada hari Rabu. Kepanikan sempat terjadi saat sejumlah siswa harus dilarikan ke Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dan beberapa lainnya segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan medis.
“Tadi banyak yang sakit perut. Di kelas saya ada empat orang. Terus langsung dibawa ke UKS,” ungkap MG, salah seorang siswa, seperti dilansir dari TribunnewsBogor.com. Ia juga menyebut bahwa beberapa menu yang disantapnya terasa tidak layak konsumsi. “Makanannya basi, susunya asam,” ujarnya, memberikan indikasi awal mengenai potensi penyebab keracunan.
Respons Cepat Pemerintah Kota Bogor
Menanggapi laporan kejadian luar biasa ini, Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, segera mengambil langkah. Ia menginstruksikan Dinas Kesehatan Kota Bogor untuk segera mengambil sampel makanan dari menu MBG yang disajikan pada hari kejadian dan melakukan pengujian laboratorium guna memastikan penyebab pasti keracunan.
“Saya minta kepada Dinas Kesehatan untuk mengambil sampel makanan untuk diuji laboratorium,” tegas Dedie Rachim, Rabu (7/5/2025) malam.
Dedie juga menyatakan bahwa insiden ini harus menjadi bahan evaluasi serius bagi penyelenggara program MBG di Kota Bogor agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang. Ia menyayangkan terjadinya insiden ini, terlebih karena menurutnya para pelajar selama ini menunjukkan antusiasme yang tinggi dalam menerima program MBG.
“Ini juga harus menjadi bahan evaluasi dan ke depan tidak boleh terjadi lagi,” tandasnya.
Kondisi Korban dan Penanganan Medis
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, dr. Sri Nowo Retno, mengonfirmasi bahwa hingga Rabu malam, tercatat 36 pelajar yang menunjukkan gejala keracunan. Selain itu, beberapa guru di TK Bina Insani juga dilaporkan mengalami gejala serupa. Dari jumlah tersebut, 12 orang (terdiri dari 4 siswa dan 8 guru) sempat dilarikan ke rumah sakit.
“Saat ini ada lima orang dirawat inap di rumah sakit (2 siswa dan 3 guru TK) dan tujuh orang lainnya (2 siswa dan 5 guru TK) telah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah membaik,” ungkap Retno, Rabu malam. Sementara 24 siswa lainnya dilaporkan hanya mengalami keluhan ringan dan tidak memerlukan perawatan intensif.
Dinas Kesehatan Kota Bogor terus berkoordinasi dengan pihak Sekolah Bosowa Bina Insani untuk melakukan pendataan dan pemantauan lebih lanjut terhadap kemungkinan adanya korban tambahan atau perkembangan kondisi para korban yang sudah ditangani. Pihak SPPG Bina Insani sebagai penyedia makanan juga diharapkan dapat bertanggung jawab, termasuk kemungkinan menanggung biaya pengobatan para korban.
Rentetan Kasus Keracunan MBG
Kejadian di Bogor ini menambah daftar panjang kasus dugaan keracunan massal yang dikaitkan dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai wilayah Indonesia. Sebelumnya, insiden serupa juga dilaporkan terjadi di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) Sumatera Selatan, serta di Cianjur, Bandung, dan Tasikmalaya di Jawa Barat.
Rentetan kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengawasan dan standar keamanan pangan dalam penyediaan menu MBG yang didistribusikan ke jutaan siswa setiap harinya. Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai salah satu lembaga yang terlibat dalam program ini menyatakan tengah melakukan penelusuran untuk mengetahui penyebab pasti keracunan di berbagai lokasi tersebut.
Penting bagi pemerintah pusat dan daerah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG, mulai dari proses pengadaan bahan baku, pengolahan, pengemasan, hingga distribusi makanan ke sekolah-sekolah. Pengetatan standar higienitas dan sanitasi serta pengawasan rutin terhadap dapur-dapur SPPG menjadi langkah mutlak yang harus segera dilakukan untuk menjamin keamanan pangan bagi anak-anak dan mencegah terulangnya insiden keracunan massal yang membahayakan kesehatan generasi penerus bangsa.